Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

BERTAMBAH IMAN, BERTAMBAHNYA KETENTERAMAN


Bertambah iman, bertambahnya ketentraman


Kajian Islam dan Taushiah.doc
“Dan ingatlah (ketika) Ibrahim berkata: Ya Robbi, tunjukkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan kematian. Allah berfirman: “apakah kamu tidak beriman ?” Ibrahim berkata: “akan tetapi agar hati kami menjadi tentram”. Allah berfirman : maka ambillah empat hal dari burung, dan jadikanlah bagiannya pada setiap gunung darinya. Kemudian panggillah mereka maka mereka akan datang kepadamu segera. Dan ketahuilah bahwasanya Allah maha perkasa lagi maha bijaksana” (QS. Al-Baqoroh : 260)
Penjelasan

Mustahil seorang nabi memiliki rasa ragu (syak) terhadap tanda-tanda kebesaran Allah ta’ala. Sebab seandainya seorang rosul saja bimbang maka apalagi umatnya. Demikianlah sebagaimana perkataan imam Nawawy (wafat 676H) tentang ayat di atas: hal tersebut karena kejadian Allah akan menghidupkan kembali orang yang telah mati selalu ada pada setiap manusia. Meski sebagian mereka ada yang beriman dan ada pula yang kufur. Sehingga ucapan nabi Ibrohim tersebut tidak lain merupakan sifat tawadhu’ beliau untuk menjadi keyakinan bagi seluruh keturunan Adam. 1)

Sebagian ulama’ berkata: jika rasa ragu diperkenankan untuk Ibrohim, maka nabi Muhammad lebih berhak lagi untuk ragu, padahal beliau menjelaskannya langsung dengan sabdanya: ”kami lebih berhak untuk ragu (jika hal tersebut sebagai ungkapan keraguan) dari pada Ibrohim ketika ia mengatakan itu……(kemudian beliau membacakan ayat tersebut) (HR. Muslim). Ucapan nabi Ibrohim tersebut tiada lain kecuali agar keyakinannya bertambah kuat dengan jawaban: “ya Allah, akan tetapi agar supaya lebih tentram jiwaku” 2)

Pelajaran yang dapat dipetik dari kisah nabi Ibrohim ini adalah:
Nabi Ibrohim menginginkan ketentramanan batin dengan bertambahnya iman. Karena dengan bertambahnya iman, bertambah pula ketentraman. Iman dan aman bersumber dari satu kata. Keduanya selalu bergandeng mesra. Jika pada diri seseorang ada iman, pasti ada pula rasa aman. Jika iman pergi, pergi pula rasa aman. Jika iman musnah, maka seseorang akan selalu dicekam rasa ketakutan serta kegalauan. 3). Selama-lamanya
Nabi Ibrohim ingin lebih mantap keyakinannya dengan melihat proses kejadian alam yang menunjukkan akan tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Sehingga setiap mukmin seharusnya juga memperhatikan dan mentadabburi tanda-tanda kekuasaan Allah ta’ala agar imannya semakin bertambah. Merenungi ayat-ayat kauniyah pada alam semesta berupa; bintang-bintang yang bertaburan, awan yang bergerak membawa hujan, matahari nan menyala, perjalanan benda-benda langit, pergantian siang dan malam dan semuanya.
Karena seseorang yang membaca Al-Qur’an dengan merenungkan peristiwa akan tumpahnya samudera ke daratan 4), berguncangnya bumi 5), padamnya matahari 6), bertabrakannya bintangbintang 7), meledaknya ruang angkasa 8) kadangkala masih kurang yakin. Berbeda halnya kalau seseorang pernah menyaksikan langsung dengan mata kepala. Dan apa yang diungkapkan dalam Al-Qur’an tentang fenomena alam ini semua kelak manusia benar-benar akan menyaksikannya dengan mata terbelalak. 9)
Hikmah berikutnya, nabi Ibrohim ingin mengetahui seberapa dekat posisi kedekatannya di sisi Allah swt dengan mengajukan permohonan. Seberapa besar do’anya dikabulkan, itulah sebagai ukuran kadar kedekatannya pada Robb semesta alam.

Seorang muslim seharusnya demikian. Selalu bertanya pada hatinya masing-masing. Jangan-jangan ibadah yang sudah selama ini belum sempurna, jangan-jangan diri ini masih tiada artinya di sisi Allah ta’ala. Jangan-jangan ilmu yang selama ini justru menambah jauh kepada Allah. Sudahkah merasakan ketentraman batin di sisi Allah swt yang mana: jika kita meminta pasti Ia kabulkan, tatakala kita merintih langsung Ia dengarkan, jika rizki ini kurang, Dia langsung cukupkan, jika jiwa ini menemukan kesulitan, Ia langsung mudahkan. Nabi Ibrohim selalu mengukur kedekatannya kepada Allah sehingga beliaupun berhasil menjadi rosul pilihan sekaligus kekasihnya, kholilullah. Sehingga manakala Ibrohim benar-benar menjadi kekasih Allah, tidak mungkin sang maha Pecinta tega membiarkan kekasihnya sengsara. Sang penyayang yang mana rela menelantarkan kekasihnya? Tidak mungkin Allah mengabaikan kekasihnya dengan tidak memenuhi permintaannya. Demikian pula seorang mukmin yang mencintai dan sekaligus dicintai Allah. Ia akan menjalani hidup bahagia.

Adapun permintaan Nabi Ibrohim agar diperlihatkan langsung proses kebangkitan kembali kematian merupakan kekhususan bagi para rosul. Sebagaimana mukjizat pada nabi Musa yang bias berdialog lansung dengan Allah, nabi Sulaiman yang bisa berpindah dari Syam ke Yaman dalam sekejab mata, nabi Isa bisa menghidupkan lagi orang mati, nabi Muhammad membelah bulan dan seterusnya. Adapun permohonan manusia biasa kadang-kadang dikabulkan dan terkadang ditunda pada waktu akhir. Karena tingkat keimanan manusia biasa jika dibandingkan dengan iman para nabi jelas jauh berbeda.
Ibrohim meminta keyakinannya yang masih tahap ‘ilmul yaqiin naik menjadi ‘ainul yaqiin.10)
Sebagaimana pengetahuan yang semula masih sebatas penglihatan mata, lalu tersingkap
menghunjam kuat ke dalam jiwa. Dengan rasa ta’dzim beliu menjawab: “akan tetapi agar tentram jiwaku”.

Dengan demikian seharusnya seorang muslim tidak tertipu dengan apa yang kasat mata saja. Keyakinannya sebatas pada sesuatu yang masuk akal saja. Yang logis-logis saja. Kalau tidak rasional, ya tidak percaya. Padahal beriman pada yang ghoib merupakan kewajiban syari’at. Seperti: percaya adanya malaikat, adanya kebangkitan alam barzakh, adanya hisab dan hari kiyamat. Karena kemampuan akal manusia sangatlah terbatas serta tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan ilmunya Allah ta’ala.

Keimanan nabi Ibrohim menjadi kokoh dengan melihat kebesaran Allah swt. Ia meminta kepada Allah bukan karena ragu-ragu. Yang mana hal ini berbeda jauh dengan keimanan orang-orang Yahudi. Mereka tidak meminta pada Allah kecuali karena keraguan dan pembangkangan belaka. Seperti; mereka tidak mau beriman sebelum melihat Allah dengan mata kepalanya.11) Bayangkan. Mereka tidak mau taat padahal telah diberi bukti kekuasaan Allah berupa 12 mata air yang memancar12), dilimpahkan makanan terbaik yaitu ‘manna’ dan ‘salwa’, madu putih dan panggang dara, mereka juga dikutuk menjadi kera-kera 13), dihidupkannya kembali orang mati dari mereka. 14) Namun tetap saja mereka tidak mau beriman.

Beruntunglah hamba yang memiliki keimanan seperti contoh imannya nabi Ibrohim ‘alaihissalam. Dan celakalah orang-orang yang beriman seperti imannya Yahudi. Karena kebanyakan mereka tidak mempercayai akan adanya kehidupan setelah mati. Persis kelakuan Al-‘Ash ibnu wa-il yang mengingkari adanya kebangkitan dari kubur. Dia membawa debu tanah kuburan dan ditaburkan ke kepala nabi seraya berkata: “Hai Muhammad, apakah jika kami sudah menjadi debu dan tulang-belulang dan kami telah menjadi tanah apakah juga akan dibangkitkan! Dusta kau Muhammad”. Na’udzu billah. 15)

Adapun para mufasir berbeda pendapat tentang empat hal dari burung pada ayat tersebut. Ibnu ‘Abbas berkata :Angsa, burung onta, ayam jantan dan burung merak. Imam Mujahid berkata: merpati, ayam jago, merak dan gagak. Burung-burung tersebut dipotong-potong bagiannya. Lalu diletakkan digunung-gunung yang berbeda. Ketika nabi Ibrohim memanggilnya maka menyatulah bagian-bangiannya tadi dan hidup seperti sediakala. Wallohu a’lam.16)

Dengan menyaksikan, mempelajari dan meyakini tentang ayat-ayat kebesaran Allah swt yang tersirat pada alam semesta atau ayat-ayat kauniyyah dan terus mengkaji ayat-ayat Allah yang tersurat dalam Al-Qur’an, maka pada akhirnya semua hamba yang beriman mengakui bahwa Allah benar-benar maha kuasa. Tiada yang mampu mencegah dan mengalahkan kuasa-Nya. Dan Dia maha bijaksana. Bijaksana seadil-adilnya pada firman-firman-Nya, pada semua sifat dan asma-Nya, pada perbuatan-Nya, pada syari’at-Nya dan pada ketentuan taqdir-Nya untuk kita semua.17)

Konsekuensi keyakinan ini melahirkan sifat tunduk dan t’aat kepada Allah ta’ala. Jika tidak ada sikap demikian, barangkali ada hati yang telah lama mati. [Syah]

Sumber : http://www.smahidayatullah.com/ . Kumpulan taushiah dan kajian Islam yang ditulis oleh Ustadz. Abu Hasan Ali Halabiy, guru di SMA Hidayatullah Bontang.